Sebuah Kisah Heriok. Seorang istri yang memiliki marah pada suaminya, hanya karena hal sepele.
Bulu keningnya seolah mencelat terangkat keatas, sudut matanya melebar, kelopak matanya terus bertahan menahan agar air matanya tidak keluar.
Perempuan bertahi lalat dibawah hidung itu menahan tangis. Nafasnya berat, hampir terisak. Di sudut ruangan berjendela perempuan paruh baya itu nanar memandang keluar. Bentangan sawah yang sesungguhnya mempesona ditemani dengan kicauan burung burung yang bersautan hingga angin sepoi-sepoi yang membelai sisa paras cantiknya. Rupanya, tak cukup untuk menghapus rasa marah dalam sedihnya.
“janjimu gimana Kang Mas?” begitulah tanyanya pada takdir yang selalu membuat dirinya acap kali merasa merasa menyesal menikah Rony, suami kedua yang singgah dalam hidupnya.
Mimpinya untuk berangkat ke Makkah Al Mukarramah. Bakalan BATAL.
Dan …
Suaminya adalah penyebab utama, biang kerok dari dari itu semua.
Perempuan itu benci suaminya.
Sekedar menatap fotonya pun ia tak sudi
Ia menjadi benci sebenci bencinya… bahkan MUAK!
” Setahun lalu, di perayaan perak pernikahannya. Sang suami mengajaknya liburan spritual ke Baitullah, Makkah Al Muqarramah. Ajakan yang berlaku setahun setelah itu, tahun ini. Dianggap janji oleh Chintya.
Kini janji itulah yang dikenannya. Sorot matanya seperti elang melihat mangsa, menyala-nyala. Ia masih berusaha meyakinkan dirinya akan janji itu. “Suamiku pasti mewujudkannya” tapi ia tak juga mendapatkan tanda-tanda dari suaminya, Rony.”“
28 Januari 2020.
Labbaik Allahumma Labbaik
Chintya, dikawal seorang Askar berusaha mendekati pojok bangunan itu. Disana ada batu yang ingin dia raih. Karena itu janjinya pada Rony, suaminya.
Kokonya tangan dan langkah sang askar masih juga kadang goyah dihantam pergerakan manusia di belakang, samping kiri dan kanan Chintya. Tapi niatnya sudah bulat, tak ada alasan untuk mengalah apalagi mundur. Ia telah sengaja meminta bantuan Askar itu. Keringat Chintya tak berhenti menetes, tatapan matanya sudah mulai menggelap, tangannya sudah gemetar menahan lelah, kakinya sudah dirayapi rasa dingin disertai keringat dingin, nafasnya pun sudah satu dua, ngos ngosan.
Hajar Aswad, batu itu berhasil diraihnya. Dielusnya, diraba dengan pelan, lambat penuh dengan kesyahduan, hingga sang Askar mengingatkannya untuk mensegerakan aktifitas itu. Chintya segera merapatkan wajahnya ke batu hitam pekat nang mengkilap itu. Matanya seolah tersihir, batu hitam itu berubah menjadi cermin ajaib, tiba-tiba dilihatnya sosok suaminya disitu. Suaminya datang berlari dipadang pasir, berlari sekencang-kencangnya, kedua tangannya terhampar terbuka hendak memeluk istrinya. Chintya pun melakukan hal yang, memeluk suaminya.
“Papah, maafkan Chintya yah. Aku benci papah yang mementingkan orang lain dibanding mamah. Cintamu pada mamah memang besar, sangat berarti bagi mamah, tapi kehadiran papah jauh lebih penting. Ayo pulang pah!” ratap Chintya.
Dan… semua jadi gelap.
Chintya jatuh, pingsan.
Sementara itu di Batam
Pesawat Airbus A330-300 milik Batik Air ID-6818, mendarat mulus di Bandara Hang Nadiem Batam. Diantara 245 penumpangnya, tersebutlah DR. dr. Praja Rony Lamadi, MBiotech. Diaalah suami Chintya, pakar epidemiology terbaik Indonesia. Baru saja tiba dari tugas negara untuk menjemput warga negara Indonesia di China, yang dikarantina di Natuna, karena dikhawatirkan membawa virus corona. Rony, juga ikut di karantina. Di dalam tenda khususnya, ia menangis membayangkan dirinya kini berada di depan hajar azwad menemani istrinya, tapi tugas negara lebih diutamakannya.
4 bulan lalu, Rony sempat marah pada Chintya yang tak mau mengerti kondisi ekonomi suaminya, tetap menagih hadiah ulang tahun pernikahan ke-26 mereka. Berangkat Umroh berdua. Tapi kini ia bahagia, dibayangkannya, diperkirakannya istrinya kini telah mencium hajar azwad.
Kilas balik, 2 minggu setelah bertengkar sama istrinya. Oleh teman sejawatnya, Rony diajak ikut Seminar Revolusi Traveling di Tangerang bersama Bapak Yudha Eris Setiawan. Dari sanalah ia belajar membangun bisnis baru, biro traveling sekaligus umroh. Hanya dalam 10 hari setelah seminar ia membuka kantor baru untuk bisnis travelnya, semua diberikan atas nama istrinya, Chintya. Hanya butuh waktu 28 hari setelah seminar. Rony mendapatkan proyek pertamanya, mengelola acara Family Gathering para dokter epidemiology se-Indonesia di Raja Ampat Papua. Tak dinyana, keuntungan lebih dari cukup memberangkatkan mereka berdua ke Tanah Suci, meski akhirnya Rony urung berangkat karena tugas negara. Akhirnya Chintya berangkat sendiri.
Masih di dalam tenda. Rony membuka akun Instagramnya dan update status “Rekan sejawat, yang pengen liburan tapi gak keluarkan duit, malah dapat duit, yuk ngobrol konsultasi dengan saya di link ini https://pesan.link/bisnis.jalanjalan